Sumenep, Journalmadura.Com -
Rusaknya gedung sekolah dasar negeri (SDN) Tambuko, Desa Tambuko, Kecamatan
Guluk-Guluk, terus menuai kritikan tajam dari berbagai elemen termasuk dari
Good Government Wacth (G-Gowa) Madura. AJ. Habibullah selaku koordinator tim
Kajian Anggaran dan Kebijakan Publik menilai Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep
lalai.
"Kalau
dilihat dari kondisi gedungnya, sudah jelas jika Disdik selaku satker yang
bertanggungjawab lalai dalam menaganinya," katanya saat dihubungi via
telepom selulernya kemarin.
Berdasarkan
amatannya, mestinya Disdik sudah beberapa tahun terakhir memberikan bantuan
terhadap sekolah plat merah itu. Sebab, sejak dibangunnya gedung sekolah itu
sekitar tahun 1985 tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah daerah setempat.
Padahal menurutnya,
dilihat dari kekuatan anggaran yang bersumberkan dari dana anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) tingkat II, setiap tahunnya Disdik tertinggi
dibandingkan dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berada
dilingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep.
"Jadi, kalau
masih ada gedung sekolah yang tidak layak, sangat disayangkan. Berarti
Pemerintah daerah bisa dibilang gagal mengelola dibidang pendidikan," terangnya.
Sebab menurutnya,
keberhasilan pemerintah daerah bisa diukur dari dua aspek. Pertama dari segi
kualitas, itu bisa dilihat dari kualitas sumber daya manusia (SDM) yang semakin
meningkat setiap tahunnya. Jika kualitas SDM semakin rendah maka pengelolaan
dunia pendidikan perli ditinjau ulang.
Selain itu, juga
bisa dilihat dari sisi kuantitas disetiap sekolah, itu bisa dilihat dari segi
kualitas bangunan sekolah beserta kelengkapam sarana dan prasarana sekolah.
Jika kualitas gedung dan sarana prasarananya tidak ada peningkatan, maka dunia
pendidikan mengalami kemunduran.
"Selama
ini, SDM dan juga sarana dan prasarana didunia pendidikan masih sangat minim.
Bahkan terkesan jalan ditempat. Itu terlihat dari sisi pemerataan bantuan yang
sempurna," ucapnya.
Lebih Lanjut Habibullah
mengatakan, salah satu faktor belum meratanya bantuan itu dikarenakan karena Disdik
selakau yang bertanggungjawab terkesan tebang pilih. Buktinya, banyak bantuan
yang dikeluarkan setiap tahun salah sasaran. Itu terlihat banyak gedung sekolah
yang megah tapi siswanya hanya bisa dihitung dengan jari.
Selian itu, salah
satu oknum Disdik saat melakukan peninjauan untuk keperluan pendataan terindikasi
lebih mngutamanakan yang betsifat profit oriented dibandingkan study kelayakan.
Itu terbukti saat pihaknya melakukan study lapangan terhadap sejumlah sekolah
yang menerima bantuan dari pemerintah daetah setempat.
Hasilnya,
pengelola sekolah mengaku bantuan yang diterima masih dipotong sebesar 10
persen. Alasannya akan diberikan kepada Kepala Disdik selaku pengelola
anggaran. "Modusnya dengan cara kepala sekolahnya membuat pernyataan
kepada semua guru, yang intinya tidak akan menuntut meskipun bantuan tersebut
tidak diterima utuh," jelasnya.
Sementara itu
Kepala Disdik Sumenep A. Shadik membantah jika pihaknya dikatakan lalai menangani
SDN Tambuko, Desa Tambuko, Kecamatan Guluk-Guluk. Buktinya, tahun depan Disdik telah
menggarkan sekitar Rp 200 juta lebih untuk memperbaiki SDN Tambukoh.
Selain itu,
pihaknya juga membantah jika Disdik dikatakan tebang pilih memberikan bantuan.
Sebab, selain disesuaikan dengan kekuatan anggaran, pemberian bantuan
berdasarkan hasil survei yang kemudian menjadi skala prioritas setiap tahunnya.
"Jadi, kami
terus akan perbaiki kedepan. Tapi perbaikan itu dilakukan srcara bertahap
sesuai kekuatan anggaran yang ada. Kami tidak akan tebang pilih," tegasnya.
Untuk diketahui,
kondisi gedung SDN Tambuko, Desa Tambuko, Kecamatan Guluk-Guluk, hanya memiliki
lima ruang dan satu ruang untuk perpustakaan. Sementara yang dijadikan sebagai
tempat KBM hanya empat ruang satu ruang dijdikan sebagai perkantoran.
Dari emapat
ruang kelas saat ini yang bisa dipakai hanya dua ruang. Sebab, dua ruang sudah
ambruk. Jika dipaksakan dokhawatirkan akan roboh yang sampai memakan korban jiwa.
Sebagai langkah awal, KBM sebanyak dua kelas dialihkan ke halaman sekolah
dengan memakai atap tenda dan beralaskan kardus.
Padahal sekolah
tersebut merupakan satu-satunya sekolah negeri di desa tersebut. Bahkan sekilah
itu menjadi salah satu sekolah percontohan dibandingkan sekolah yanh laim
disekitarnya. Selain pengelolaannya yang optimal, juga jumlahnya siswanya
mencapai 95 orang dengan jumlah tenaga pendidik sebanya 15 orang. (JM)
Tidak ada komentar: